Friday, February 12, 2010

Malam HITAM


Sebagai guru Bahasa Indonesia yang mengajar orang asing, saya selalu berperang dengan siswa-siswa saya di kelas. “Perang” di sini dalam artian kata positif, atau mungkin saya aja kali yang berlebihan.. : )
Saya sebut “perang” karena murid-murid saya itu selalu memborbardir saya dengan beratus-ratus misil pertanyaan tanpa ampun! Tingkat analisa mereka terlalu tinggi dan terlalu kritis. Kalau latar belakang mereka “English Speaker” saya masih bisa bernafas, karena lebih mudah bagi saya untuk membuat perbandingan, mencari contoh-contoh serupa, istilah-istilah serupa. Namun, apabila latar belakang mereka bahasa lainnya seperti Perancis, Korea, Rusia, dan lain sebagainya… Saya otomatis mati di tempat, karena mereka protes.. “Ga ada gunanya menjelaskan dan membandingkan dalam bahasa Inggris, kami tidak mengerti!!!”
Contohnya dengan kata “Malam”. Waktu belajar Malam Minggu saja mereka kelimpungan, “kok bisa Saturday Night bisa diganti Malam Minggu di Indonesia?” Bagaimana donk saya menjelaskannya? Saya sendiri tidak “belajar” Bahasa Indonesia, tetapi hanya sebatas pengguna, dan ‘kebetulan’ bahasa Ibu saya.. Ditambah lagi sinonim-sinonim Bahasa kita yang.. nauzubillah… tidak bisa diprediksi. : )
Berbicara tentang “Malam” saya pun jadi teringat perjalanan saya beberapa waktu yang lalu mengunjungi sebuah pabrik kecil di Bali. Hubungan “Malam” dengan perjalanan saya..? Banyak! Karena “Malam” yang saya maksud disini adalah si “Malam Hitam” bahan tinta penggores kain Batik kebanggaan kita, lo!
Para Black Community di Bali, mungkin tidak terlalu tahu mengenai pabrik Batik ini yang berada di kawasan Gianyar. Pabrik ini dibuat di sebuah rumah, seperti usaha rumah tangga, namun, bahan-bahan pembuat Batik, seperti ‘malam’ dan peralatannya seperti canking, kompor minyak kecil, bahan pewarna batik, sudah sering dikirim ke manca Negara. Saya berpikir, seharusnya tidak dikirim ya.. agar Budaya Batik ini, tidak diakui oleh Negara lain sebagai budaya mereka!
 Si Malam Hitam nich...
Ternyata-eh- ternyata.. proses pembuatan Batik itu merupakan proses kesabaran tingkat tinggi! Waktu saya datang saja, bingkai dan kain untuk menggambar sudah digambari motif oleh para pembatik professional. Saya hanya tinggal mengikuti pola tersebut dengan malam yang sudah dipanaskan di kompor minyak tanah kecil. Itu pun, mengambilnya tidak boleh berlebihan dan harus berhati-hati.
Goresan pertama saya setelah meniup cairan malam yang cukup panas, malah meninggalkan luberan malam yang lumayan besar pada kain gambar saya.. Malam yang digunakan berwarna hitam, namun warnanya berubah menjadi coklat muda di atas kain pola. Setelah itu selesai, para pembatik menyarankan kita untuk meremas-remas kain pola agar corak batik terbentuk.. Jadi, sebenarnya corak batik itu, bisa kita ciptakan lo! Hebat ya?

Aksi saya sedang melukis - dan kain batik yang diremas-remas. 
Proses pewarnaan kemudian dimulai. Karena saya dan teman-teman saya hanya membuat sapu tangan, tentunya proses ini terbilang singkat. Kebayang ga sih.. kalau membuat kain, kemeja, atau rok batik??? Kain yang sudah saya remas-remas itu pun di celupkan ke air yang sudah diwarnai. Ada warna merah, ungu, dan biru – kalau semua warna dicampur tentu saja semua menjadi hitam, betul ga?
Proses pewarnaan kain Batik
Setelah itu, kain batik direbus pada air panas, agar malam yang tersisa bisa dibersihkan. Prosesnya seperti merebus sayur, diaduk-aduk pula! Tetapi engga dimakan ye..
 Proses perebusan kain Batik.
Kemudian, kain batik dijemur di bawah matahari. Tidak kami tunggu sampai kering, hanya setengah kering saja, lalu kami pun meninggalkan pabrik batik di kawasan Gianyar tersebut dengan membawa batik kami masing-masing yang berbentuk sapu tangan lengkap dengan nama kami! Super duper eksklusif banget deh.. 
 
 Sapu tangan Batik yang di jemur

  
Para siswa yang sumringah dan berkata "We love Batik!"

Dalam perjalanan pulang, pikiran saya sempat melambung pada pemberitaan budaya Indonesia yang sempat diakui Negara lain. Belum lagi memikirkan tari sakral daerah Bali – Tari Pendet yang beberapa waktu yang lalu diakui sebagai budaya Negara lain, lah kok bisa… budaya dicuri.. aneh sekali!
Sesampainya di rumah, untungnya saya menghidupkan TV dan mencoba meng-update Black in News dari berita-berita nasional atau internasional. Saya merasa lega, karena saya kebetulan menyaksikan berita tentang UNESCO yang telah mengsyahkan Batik sebagai budaya dan produk nasional Indonesia! Bangga sekali rasanya.
Hal ini membuktikan bahwa produk Indonesia, tidak melulu meniru produk luar negeri. Kita sendiri masih mampu kok, membuat produk yang berkualitas tinggi dan diakui secara internasional. Tidak usah jauh-jauh, contohnya PT Djarum Black yang sudah memproduksi rokok berkualitas tinggi sejak jaman tahun engga enak sampai sekarang. Produk-produk yang sudah diluncurkan di pasaran seperti Djarum Black Slimz dan Djarum Black Menthol masih digemari masyarakat. Bahkan Djarum Black sendiri juga mendorong generasi muda agar berinovasi pada kreatifitas mereka dengan menggelar ajang-ajang menarik seperti Black Innovation Awards dan Djarum Black Blog Competition Vol.2 yang sedang saya garap ini, readers! Hehe.
Oh ya, mau numpang cerita sedikit lagi. Sekarang ada aturan baru di kantor saya yang mengharuskan para pegawai termasuk guru-guru untuk mengenakan Batik setiap hari Jumat!
 
Gek yang mana ya....?? : )

 Senangnya bisa ikut melestarikan dan bangga akan budaya bangsa, serta memakai produk dalam negeri sendiri - karena kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi donk??
 - Gek -

31 comments:

Jhoni20 said...

kebetulan hari ini kekantor musti pake batik!!!!!!!!! pinjem dunk gek batiknya......

NB emang di gianyar mana tuh gek tempat bikin batiknya?????

SeNjA said...

asiiikkkk,....dua besar ^^

SeNjA said...

selamat pagi Gek ^^

hemm,gek yg manis pasti yg berdiri paling depan dan memakai batik merah ??

iya kan ? ^_*

SeNjA said...

Gekkkkkkk,...........

ajarin ngebatik donggsss hehehe :p

mayank said...

i luv batik...

slamat paagi kak..

salam kenal ya...

-Gek- said...

@ Bli Jhoni : Di Gianyar -- lupa nama tempatnya, nanti ku sms deh kalo inget.. hehe

@ Senja : tauuu aja.. Hayo ke Bali, nanti ku ajak ke tempat buat Batik. :)

bandit™perantau said...

saya juag sedang pake batik nih skrg... heheh
jaket teman saya juga da yang batik...

Yah, mari kita lestarikan Batik....!

Unknown said...

Gek yg pake batik merah. yg di tengah paling imut. he he he..
nah, mereka aja menghargai batik, apalagi kita ya? tapi aku pake batik piyama aja. secara batik yg utk pergi2 modelnya gak suka semua. model bajunya itu femina semua.

Elsa said...

Bu Guru Gek...
aku juga pernah bikin batik sendiri. dan hasilnya??? aku menyerah karena kurang sabar.

setelah itu, aku lebih menghargai batik. terutama batik tulis....

kalo batik cap atau printing sih... gak seberapa susah. hehehee

HIDUP BATIK!!!!

Thariq said...

kamu yang baju merah ya di foto plg bawah?hehehe

Unknown said...

enaknya, jalan2 terus...
jadi pengen..

Ali Masadi said...

bener..kalau bukan kita siapa lagi yg melestarikannya...

Anonymous said...

Tp sdk sayang ya, batik skr banyak ga aslinya (maksude yg asli dg lukisan malam) tp skr byk yg ada unsur painting & printingnya ...

MONOKROM said...

BERANGKAT DARI CERITA KEGIATAN MENGAJAR MURID-MURID BERSAMBUNG KE ARAH BATIK. KEDUA CERITA ITU DISAMBUNGKAN HANYA OLEH SATU KATA "MALAM". WAH MBAK NI MEMANG BERBAKAT MERANGKAIKAN ANTARA CERITA SATU DENGAN YANG LAIN, HANYA DENGAN SATU KATA.

BTW, TENTANG BATIK, SEKARANG INI HARGANYA MURAH KARENA SUDAH BANYAK TERSEDIA DAN MERUPAKAN PRODUK PASAR. PADAHAL UNTUK MEMBUAT ATAU MENGGORESKAN MOTIF TERSEBUT SANGAT MEMBUTUHKAN KETELITIAN DAN KESABARAN.

Alil said...

thanks ceritanya tentang Batik
lengkap Gek..

good!

Ninda Rahadi said...

mari lestarikan batiiikk!! horeee

Ellious Grinsant said...

aku tahu mbak gek yang dimana... Mbak Gek yang ada di foto itu kan pastinya, wuakakakak... pisss...

reni said...

Duh asyiknya... bisa belajar membatik.
Ternyata hasilnya (saputangan) bagus-2 juga ya..?
Aku jadi ingin ikutan belajar membatik nih...

mocca_chi said...

hahaha... aku ga pernah liat orang ngebatik langsung, diteve si pernahh

Joddie said...

ho.ho.. kalo ngomong batik jdai inget kota kelahiran saya, Solo.. dan ternyata di bali juga ada yah? mantap euy.. salut deh.. ^^

Agung Pushandaka said...

Bikinin saya sepotong saputangan batik donk, gek! Hehe..

kebookyut (DiVe) said...

beneran mbok, batik udah sah milik RI???

wuidihh.. senengnya!!!!

hehe,, keboo nggak update nih..

btw masa 6.6 skala Richter mbok?? di berita ada yah??

anak nelayan said...

wah ternyata Gek pinter mbatik yaa

Ivan Kavalera said...

Maih ada sisa batiknya, Gek? Bagi dong hehehe..

desieria said...

Wah bikin batik, seruuuuuuu...
pengen ih gek.
*penasaran gek yang mana ya? hehe

Clara Canceriana said...

selama ini aku belom pernah loh buat batik. sekedar pemakai saja

desieria said...

Btw gek, baik2 aja kan?
gempanya gimana? kerasa?
aku tadi pagi liat beritanya

albertus goentoer tjahjadi said...

informasi yang mantab nih... mbak pasti yang berdiri paling depan itu ya... yang pake batik merah?

Pohonku Sepi Sendiri said...

wee.. ternyata abis jalan2 ya gek..
memang nggak mudah proses batik.. dulu pernah coba tapi dah lupa.. hehe..
sukses ya gek.. :)

Kang Sugeng said...

weeh... kuereeen... batiknya exlusive bianget. yg berbatik merah cantik banget sih... sapa tuh?

Unknown said...

bawain kue keranjang buat gek.