Holaa… waduh, rasanya kangen
setengah mati sama blog saya ini! Hanya bisa baca komen-komen the readers melalui
e-mail, tanpa bisa balas atau BW, sungguh menderita, walaupun cukup menghibur
kerinduan saya pada blog ini.. huks huks. Terima kasih ya.. masih sering
mampir, sobat!!!
Hari ini, tepat 8 hari saya
menginjakkan kaki ke pulau dewata.. Hal-hal yang sudah dilakukan? Umm.. cukup
banyak sih. Mampir ke Ubud menengok kakek dan nenek tercinta sambil nodong
Bunda tercinta untuk drop di Babi Guling Ibu Oka. (drooling) Menengok keponakan
baru yang (lagi-lagi) hanya dipanggil “Ade” padahal namanya.. I Made Putra
Baskara.. *gedubrax!
Malahan udah sempet ke Kebun Raya
Bedugul untuk reunian sama temen-temen seangkatan.. walaupun hal yang paling
ironis adalah.. belum memberesi koper saya yang masih teronggok utuh di pojokan
kamar saya.. (malesss banget dah!) (T.T)
Masih terkaget-kaget, karena
sudah harus kembali ke rutinitas saya seperti biasanya. Tapi sangat bahagia
sekali bisa kembali ke Bali.. (loncat-loncat…) Mendengar komentar orang-orang
sekitar yang membuat kenarsisan stadium saya meningkat drastis.
Gimana ga meningkat, waktu
kemaren mampir a.k.a setor muka ke rumah pacar saya, sang ayah langsung
menyalami saya dan berkata.. “Loh, Gek.. tambah kurus lo sekarang….”
Horeeeeeeeeeeeeeeeee…!!! Bahagia
banget dech! Hihihihihi. Lalu, komentar senada itulah yang diucapkan oleh
teman-teman saya di kantor, waktu welcoming saya pagi ini.
Jadi saya percaya sih, itu yang
sesungguhnya terjadi.. (ciehh..) walaupun pacar saya keukeuh bilang kalo saya
tetep aja. Segitu-segitu aja. (payah..!)
Belum seberapa dibandingkan Bunda
tercinta yang bilang,
“Apanya kurus? Baru seminggu aja,
udah lebih gemuk dari baru datang, heran!!!”
*Duh!
_______________
Mohon maaf kalo Gek belum serajin dulu BW ya, Angel's Lovers.. :)
Selamat Tahun Baru 2010, semoga Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua!
“Aku mau kamu lebih feminim, sedikit saja…” katamu sambil menggerakkan ujung jari telunjuk dan ibu jari yang hampir menyatu.
Aku terpaku dan bingung. Aku masih ingat saat itu, aku masih sering menggunakan baju kaos dan celana jeans selutut dilengkapi sandal jepit – apalah salahku? Tentunya itu masih sangat sopan, hardikku.
Kau membelai wajahku lembut, membuat hatiku bergetar dan bibirku terkunci.
“Ke tempat Tuhan, harus rapi, sayang…” ujarmu lembut berbisik di telingaku. Aku memandangmu dan tersenyum. Aku menganggukkan kepalaku pasrah.
Setelah malam itu, aku tidak jajan selama dua minggu. Aku kumpulkan uangku, dan berjalan ke toko kelontong dekat rumah. Berusaha memesan bahan rok yang paling murah – merayu si pedagang agar memberiku diskon – merajuk agar sang penjahit tetangga sebelah rumah bisa memendekkan rok yang terlalu panjang, dan membuatnya lekat di tubuhku.
Malam minggu ini.. kau jemput aku dari rumahmu yang berjarak 20 km jauhnya dari rumahku. Kau terkejut melihatku.
“Astaga, bidadariku.. Kau cantik sekali!” ceria rona merah pipiku terbaca oleh bulan sabit yang tersenyum malam itu. Dengan rok baru yang digoda sesekali oleh angin malam, kita berangkat ke tempat Tuhan- katamu, 30km jauhnya dari rumahku, dan sepanjang jalan.. kau genggam tanganku lebih erat dari pelukanku pada pinggang kurusmu- layaknya kau menyayangiku lebih dari apapun. Lebih dari gitarmu, lebih dari sepeda motor barumu, atau… lebih dari pohon natal kecil pemberianku yang kau bilang, hadiah Natal dari taman firdaus…
***
Aku berada di lingkaranmu, disampingmu, memegang gitar dan mulai bernyanyi. Sebelum itu, kau membisikkan “Masih ingat lagu waktu SD kan? Ini lagu kesukaanmu…” Aku memandangnya penuh arti, sebelum menunduk malu, karena bukan aku saja yang ada dilingkaranmu.. ada teman-temanmu yang lain, yang memandangku penuh tanya..
Ah.. aku tak peduli. Aku hanya bertepuk tangan, mengiringi nyanyian suara lembutmu yang mengalun bersama gitar kesayanganmu, dengan pick gitar hijau pemberianku.
“mari kita bersuka ria – karena ini
Karena ini hari bahagia – kita berkumpul
Kita berkumpul jadi satu – puji Tuhan
Puji Tuhan semesta itu – halleluya!!”
Kau menggenggam tanganku erat saat aku menulis kertas berisi pengakuan dosa malam itu. Aku tak tahu apa yang harus kutulis. AKu hanya duduk disampingmu, dan berusaha mencari ide. Bukannya sok suci dan munafik, hanya saja.. aku berkomunikasi dengan Tuhan setiap hari.. mengapa aku harus mengaku dosa lagi….? Tuhan maha tahu bukan?
Karena menunggu api unggun dan peleburan kertas berisi pengakuan dosa, dan jamuan makan malam, kita pulang kemalaman. Aku bersembunyi di balik punggungmu, kedinginan. Aku masih ingat saat aku menelusup tidur di sela-sela Ibu dan kakak perempuanmu, dalam satu kamar. Dan, kau meringkuk kedinginan di sofa kamar tamu..
Masih terngiang juga tawa kakak perempuanmu, saat aku menceritakan bahwa kau kupilih untuk jadi King semalam. Kakak perempuanmu bilang, “Jadi King? Ceking begitu…”
Kau tiba-tiba terbangun dari sofa dan tersenyum padaku. Senyummu pagi itu mengalahkan sinar mentari Natal yang kau tunggu, sungguh cerah dan natural. Seakan kau berkata padaku, “Aku mencintaimu, bidadari kecilku..” Namun, kau tak pernah ucapkan itu padaku. Sekalipun.
Dan aku kembali duduk di sudut sofa ruang tamu rumahmu. Diantara pohon natal kecilku, gitar kesayanganmu, dan pick gitar hijau yang kubeli saat ulang tahunmu, itupun harus rela menyimpan uang saku selama seminggu…
Aku memberanikan diri untuk mencium pipi kananmu sekilas sambil berucap, “Selamat Natal, Rhey..” Kau tampak sangat terkejut, dan tidak membalas perlakuanku, aku kecewa. Tidak ada ungkapan perasaan darimu setelah 6 tahun kau menjadi candu otak dan hatiku, kedekatan kita setahun bersama, tidak ada ciuman, tidak ada kata cinta.. Aku mulai emosional dan menahan tangis.
Kau menatapku lembut, dan tidur di pangkuanku. Kau mencium mengecup lututku dan berbisik lembut...
“Bidadariku.. aku tak mampu mencintaimu.” Aku rasakan airmata yang meleleh di pipiku, meleleh juga di pipimu, airmata kita bersatu, dan dengan cara itulah kuhabiskan hariku dan hari Natal pertama kita...
***
Setiap Natal tiba.. aku hanya bisa mendoakanmu, Rhey. Dalam hati saja. Mendoakan agar kau selalu menemukan “dia” cinta sejatimu yang membuatku tak berarti di matamu. Walau setiap tahun, masih saja ada telefon darimu yang berpesan, “ Aku tak bisa hidup tanpamu, bidadariku…Maafkan aku!”
Semoga saja, kau belum bosan mendengarkan suara Ayahku, yang mengatakan aku sudah meninggal karena kecelakaan motor yang merenggut nyawaku sepulang perayaan Natal di rumahmu.
Tahukah kau, Rhey? Kalau aku selalu tersenyum di samping jendela rumahmu dan melihatmu menutup telefon dengan wajah kecewa dan sedih, seraya berkata… “Hey, aku dekat sini, Rhey. Aku bidadari kecilmu!”
__________________________
Selamat Natal Rhey!
** dedicated to : Mbak Fanny. Selamat Natal, Mbak. GBU!!
Cuman mau menginformasikan hasil sadapan telefon a.k.a HP saya sendiri per tanggal 18 Desember 2009.. :)
Katanya Gek mudik?? Ember!
Makanya belum sempet BW, apalagi bales-balesan komentar.. Mungkin, pulang ke rumah blog aja belum sempet.. hua hua hua hua hua (nangis bombay, *jitak)
Mudik.
Walaupun bukan lebaran, repotnya seperti orang mo punya hajatan aja.. Ayo tebak, kegiatan apa yang paling menusuk (jarum kaleeee..) kalo mau mudik?
Yang bisa nebak, boleh ambil kaplingan pertama sampe lima di kolom komen.. (hahaha.. hadiahnya ga seru ah! *getok*)
PACKING....!
saya menyebut kegiatan ini sebagai "never-ended activity".. sakitnya tiada tara dan penderitaannya tiada akhir. (sumber : Temennya Anindya.. eh, maksudnya itu.. si Pat Kay, temennya Kera Sakti!)
Saya membutuhkan sekitar 4 jam untuk "memaksa" semuanya masuk ke dalam kopor saya.. Sukses juga.. phew!!! Ada tehnik rahasianya sih,,, nanti-nanti lah saya bocorin.. Embernya masih pada baru semua ni.. baru juga musim ujan, kan, kan, kan? *gampar*
Katanya mo nguping hasil sadapan telfon??!
Oh iya.. hihihihi.. (ketawa kunti). Ceritanya, di sela-sela never ended activity itu, ada telfon masuk. Saya intip dan ada tulisan ..
"Private Number"(Biasanya yang private number itu, dari Indonesia.. a.k.a dari pacar saya gitu! -- sombong..)
"He alah.. udah mau pulang kok pusing, tenang aja cantik!!!" Belum sempet dijawab.. penelfon malah nyerocos duluan.. bikin kalap deh...
"Udah digulung-gulung bajunya..? Yang bagus-bagus, taruh di bawah aja.. Kalo mo shopping-shopping, belanjaannya di taruh di paling bawah ya!"
"Udah tau, ah!" Sela saya, kesel dikuliahi. Lagian, tidak ada yang membantu saya toh.. huhuhuhuh.. (nangis bombay lagi..)
"Eh. denger dulu donk Gek sayang, cantik.... ini Penting looo!!!!"
"he eh" jawab saya seadanya.
"Abis tu... yang deretan di atas koper itu, taruh baju dalem aja.. Biar petugasnya ga berani meriksa koper lagi, gitu, Gek!"
"Trus.. Trus.. "
Saya udah mulai capek mendegarkannya. Sambil cari tempat PW, saya ngedengerin lawan bicara saya yang tak henti-henti berbicara seperti di kejar kereta api.
"Nanti di Sydney.. santai-santai aja. Jalan-jalan.. oh iya! Nanti di bandara, mampir ke Cafe Starbucks ya.. Ngopi-ngopi.. abis tu.. "
Saya potong sebelum dia bilang mau nitip atau nodong oleh-oleh lagi....
"eits....!!! Bagasi udah over,, excess luggage banget! Bisa kena 35 kg niihhh!!!!"
"Lah.. Mug starbucks kan tinggal bawa ke pesawat.. oke cantik???"
* SIGH! C spasi D ahhhh... tiap nelfon request oleh-olehnya beda-beda..
"Ehhh.. Gek!!!!! (bisik-bisik) Om Angga udah dibeliin oleh-oleh belum, jangan lupa ya.. Oh iya buat Dek Na juga.. ya cantik?"
Gantian saya teriak sore tadi..
"M-A-M-A............!!!! Udah ahhh! Masak Gek mo beliin oleh-oleh orang sekampung? Mending punya pesawat pribadi dounk, ga usah packing, langsung aja timbun barang-barangnya, iya?!"
"Hihihihi.. anak Mama yang manis, ga boleh sewot ah. Oke deh, gitu aja, pulsa habis neeehh! Jam berapa mau dijemput, Gek?"
Jiah. saya dikacangin seperti biasa. Huks huks..
"Jam 2.45. Jemput pokoknya!! Masuk ke dalam, enak aja, masak Gek bawa luggage 35 kg itu?? Tidak!" Ancam saya.
"Iya.. iya.. Gek, nanti Mama jemput deh! Ada pesan lain lagi, bos?" tanya Ibu saya. Gantian saya yang nyengir.
"Makan di Babi Guling Ibu Oka, Ma!" Todong saya. Yang saya ajak bicara, pura-pura ambil pulpen dan nulis-nulis..
"Um.. Um.. Itu aja deh dulu, Ma. Request selanjutnya menyusul." Sahut saya ringan.
"Oke deh, cantik. Eh, ingat itu oleh-oleh untuk Mama, AWAS ga dapat!!!!!"
(Tulisan sengaja dibuat gitu, biar kedengeran ancaman Ibu saya yang ganas.. )
Saya menarik nafas panjang sambil tersenyum simpul setelah Ibu saya bilang, "take care ya cantik, daaagg...!" Merasa bersyukur karena hubungan saya dan Ibu saya seperti teman dekat dan sangat akrab.
Kalau saya nginap di rumahnya, bisa sampai pagi tuh, ngerumpi - menelantarkan Dek Na, adik tiri saya.
Ah, saya sudah rindu celotehanmu, Ma!
***
Dedicated to The Best Mom in My world, Mama Sari..
Teman-temanku, para readers yang terhormat… Gek mau mudik nich.
Antara sedih dan senang. Sedih, karena bakalan meninggalkan blogger untuk sementara waktu. Sedih karena ga bisa BW untuk sementara waktu.. Sedih, karena tidak bisa menikmati wireless internet yang sinyalnya kenceng.. Gek pasti bales BW kalo udah di Indo yeee..
Sedih juga karena ga bisa online 24/7 (emangnya makanan cepat sajiiiii..??!) dan ga bisa langsung menyapa teman-teman di YM juga.. (tersedu-sedu mode : ON)
Sedih meninggalkan Aussie?
Enggak ah.
Senang.. karena mau pulang ke Bali, pas hari Ibu pulaaaa.. Sudah di pelukan ibunda tercinta saat hari Ibu. *berkaca-kaca..*
Terima kasih yang sudah setia berkunjung, kasi komen, kasi link, dan jadi Angels’ Lovers.. (Tolong kasi komen bagi followers baru, biar gek bisa kunjungin dan follow balik! Istilahnya, tinggalkan jejak.. gituuuuu….)
Belakangan ini, saya sempat terheran-heran melihat perkembangan the readers di tempat saya.. juga para Angel's Lovers yang makin menggila.. (walaupun saya belum gila.. )
Bersyukur banget!
Senang banget!
Rasanya, dulu masih ingat, waktu blog saya sepiiiii banget. Jangankan baca, yang mau nengokin aja ga ada.. Paling readers setia saya... si G aka Jie, yang sekarang perlahan menghilang.. (T.T)* I miss you, man!....dan Mbak Fanny Stroberi yang selalu masuk urutan 5 besar followers pertama di setiap blog baru.. salut banget sama Mbak kita yang satu itu!
Dulu, saya engga pe-de dalam tulisan saya.. habisnya, semua orang terdekat saya di Bali, - termasuk para teman-teman akrab dan keluarga! tidak ada yang mau membaca tulisan saya. Beberapa kali terbit di koran, di toleh pun, enggak. Yang ada hanya pertanyaan,
"Beneran kamu yang nulis?"
"Masak sih, tulisan kamu di muat?"
"Ah, lupa beli koran kemarin..."
Kalau mereka pas baca.. yang ada hanya pernyataan,
"Ah, ini idenya pasti dari si A."
"Kok kayak gini tulisanmu?"
Hih.. serasa.. saya mau stop aja menulis! Tetapi, Tuhan belum berkehendak kali ya.. makanya, si Jie yang selalu baca tulisan saya selalu bilang, "Buat blog, gek. kasian tulisan-tulisanmu, kalau hanya aku yang baca..!"
Belum lagi dorongan dari Mbak Fanny yang selalu bilang "Aku senang berkunjung ke blog mu.."
dari Chi Duz dan ayas yang bilang, "Jangan mundur dari nge-blog..!"
*blushing*
Semua itu buat saya tersipu malu, dan terharu. Sebegitu baiknya para readers saya, yang setia mampir, baca, dan kasih komentar!!! Saya jadi merasa super duper special (walaupun tanpa gule kambing dan es teh... *jitak* ga nyambung.. hihihi.)
Belakangan, perhatian mereka nambah bertumpuk-tumpuk dan berbanjir-banjir.. (apa coba???!) Kalau tidak ada postingan sehari.. komennya pada numpuk dan pada bertanya..
"Gek, ga posting?"
"Gek, kemana aja, kok ga ada postingan terbaru?"
"Gek, udah jenuh ya?"
"Gek, udah ga ada ide ya?"
*blushing*lagi..
hehehe. Segitu perhatiannya looooo.... :)
Saya memang sengaja mengurangi jumlah postingan. Karena selama ini, kan ga semua bloggers bisa BW setiap hari. Kadang-kadang, cerita saya sebelumnya jadi terlewatkan begitu saja.. (cieh.. emang sinetron??? *getok*)
Disamping itu, saya juga mau meluangkan waktu untuk BW dan membaca semua cerita teman-teman!
Postingan saya (FYI) terkumpul dengan rapi di postingan terjadwal.. hehehe.. (bangga amat sih, serasa sedikit sombong dan narsis gituuu...... *gampar*)
Jadi jangan kawatir, juga TERIMA KASIH banyak, sudah sering mampir, the readers!!!!
Saya masih semangat nge-blog, semoga juga dengan teman-teman lainnya ya!!!!
Semoga dengan ini, semua pertanyaan Angel's Lovers terklarifikasi..
Pria itu berulang kali memeriksa HP nya siang itu. 11 Desember, hari yang ia nanti-nantikan. Setelah perjuangan selama dua bulan lamanya menanti-nanti.
Menanti apa?
Kekasih? Ah, tidak. Dia punya kekasih yang mencintainya, walaupun sang kekasih jauh berbeda benua mereka masih berkomunikasi. Dan bulan ini, genap sudah setahun hubungan jarak jauh itu dilakoninya.
Atau, Hujan? Toh hujan akan turun menyirami tanaman anggrek hitam di rumahnya, dan mengotori mobil tua nya dengan cipratan lumpur.
..Tit…Tit..
Sebuah sms masuk lagi, dan terlihat jelas wajah kecewanya. Jawaban sms yang ke tiga kalinya itu tetap sama. Dia menghela nafas, dan menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur sempit di kamarnya yang langsung berderak saat ia tindih. Dia buka kemeja hitamnya yang seolah menambah panas hatinya siang itu. Serta merta ia mengambil dompet hitamnya, menyelipkan ke saku belakang celananya. Pria itu berjalan gontai dengan kaos singlet ke warung sebelah rumahnya yang berada di gang kecil – di riuh rendah kota Denpasar.
“Mbok, kopi satu.”
Yang diperintah hanya memandang pria itu, tidak juga menuruti perintah konsumennya yang harusnya dielukan sebagai raja. Wanita muda itu, duduk di bangku kosong kecil di depan warungnya, menepuk pundak pria itu pelan sambil berkata,
“Lo, Bli Kadek kan tidak pernah pesan kopi, kenapa tumben mau minum kopi?”
Pria itu tidak menjawab, dia sibuk mengacak-acak rambutnya yang sudah terpaksa ia cukur cepak. Sambil menghela nafas lagi ia berkata,
“Yah.. namanya orang lagi kepengen kopi, Mbok. Tolong bikinkan lah satu.. “
Wanita muda itu hanya tersenyum penuh arti. Lalu menyelinap pergi ke belakang warung dan mulai memanaskan air untuk memenuhi pesanan pria yang dipanggil Bli Kadek itu. Sementara pria yang terlihat cukup frustrasi itu, memandangi sekeliling warung kecil itu. Walaupun kecil, warung itu menyediakan apa saja, dari sembako- sampai keperluan bayi. Meski harus bersesak-sesak di ruang sempit itu. Terlintas di benak pria itu, betapa hebat ruang sekecil ini mampu menghidupi keluarga besar tetangganya ini.
Mata pria itu pun tertuju pada deretan rokok yang dipajang di lemari kaca, heran juga, kenapa hanya ada satu merek rokok di sana, iya.. hanya Djarum Black dan semua varian rasanya. Lamunannya terhenti saat aroma wangi kopi hitam menusuk hidungnya.
“Bli Kadek, ini kopi hitamnya. Masih panas..” ujar wanita itu, sembari meletakkan kopi panas bergelas kaca di hadapan sang pria. Pria itu menarik segaris senyum dan melontarkan sebuah pertanyaan,
“Mbok, itu rokok Djarum Black yang di lemari kaca itu, varian rasa apa saja?”
Wanita yang dipanggil mengerutkan alisnya, dan beranjak ke belakang lemari kaca tempat ia memajang rokok-rokoknya.
“Ada semua Bli Kadek. Djarum Black Menthol, Djarum Black Slimz, Djarum Black Tea, kenapa memangnya?” suaranya meninggi, tanda ia sepertinya tidak menyukai pertanyaan pria itu.
“Berapa harga eceran Djarum Black Menthol, Mbok?” tanya pria itu lagi.
Wanita muda itu tidak langsung menjawab, melainkan menampakkan wajahnya yang sedang muntab. Sungguh terlihat sepertinya wanita itu akan meledak.. namun ia masih bertanya dengan cukup sabar pada pria itu..
“Harga sebungkus atau eceran per batang, Bli Kadek?” pancingnya lagi. Yang ditanya, gantian melongo dan spontan mengucapkan,
“err… sebatang saja, mbok.”
Wanita itu mendengus kesal. Kemarahannya sudah saatnya ia luapkan. Maka ia serta merta menutup dan mengunci lemari kaca yang penuh oleh deretan rokok Djarum Black- dan menimbulkan suara berderak yang sangat keras. “BRAK!”
“Tidak dijual, Bli Kadek!” ujarnya keras. Sang pria terkejut dan tergopoh-gopoh langsung berdiri di hadapan wanita muda yang jauh lebih kecil ukuran badannya dari dia.
“Kenapa tidak dijual? Biasanya bisa tuh, ngecer beli sebatang, kenapa tidak dijual?” Ulangnya lagi. Pria itu nampak kesal, namun masih menata emosinya. Maklum, dia tidak mau berselisih dengan tetangga.
“Saya tau, Bli Kadek sedang stress, atau lagi ada masalah, lagi jablai, atau apa sajalah.. tapi merokok bukan jalan keluarnya, tau!” serbu wanita itu judes. Pria itu menimpali lagi, tambah emosi.
“Heh, ga penting, saya punya masalah atau tidak. Yang penting Mbok untung toh, jualan rokok, meskipun sebatang?” hardiknya.
“Maaf ya Bli Kadek, saya ini tahu Bli Kadek, bukan perokok! Untuk apa saya jualan rokok kepada orang yang bukan perokok?” balas wanita muda itu tenang. Dia terlihat berani sekali. Untung saja gang kecil itu sepi. Kalau tidak, adu mulut itu bakalan ramai!
Pria itu mendengus dan menghela nafas lagi. Berat sekali- entah sudah berapa kali ia menghela nafas seberat itu hari ini. “Sudahlah Mbok, saya sedang ingin merokok, sebatang saja.. berapa harganya? Saya bayar lebih lah.. saya bayar harga sebungkus.” Ujarnya sambil mengeluarkan selembar uang biru lima puluh ribu rupiah.
Wanita muda itu tertawa, “Bli Kadek, Bli kira.. semua bisa dibeli dengan uang? Saya memang untung kalau Bli Kadek membeli sebatang rokok saya dengan harga sebungkus rokok, tapi, saya yang rugi karena membiarkan orang sehat merokok!”
Pria itu tercengang dan melongo, sambil memegang selembar uang lima puluh ribuan -mendengar ucapan wanita muda penjaga warung itu, yang kebetulan juga tetangga baiknya. Wanita itu masih tersenyum dan mendorong punggung pria itu kembali ke rumahnya, seraya berkata…
“Sudah, kalau Bli Kadek stress, istirahat saja di rumah. Kopi hitamnya bayar besok saja!” ujarnya lagi.
Pria itu dengan terpaksa berjalan ke rumahnya dan berpapasan dengan Ibunya yang baru saja datang dari sekolah. Ibunya tergopoh-gopoh menanyai putranya yang sedang duduk di teras,
“Kadek! Bagaimana hasil ujian PNS kemarin, dapat kamu? Sekarang kan pengumumannya?” ujar ibunya bersemangat tanpa melepas helm. Pria itu tertunduk sambil mengeluarkan sebuah koin mata uang lima ratus tua yang sudah kotor dari dalam saku celananya.
“Bu, lihat koin ini?” ujarnya. “Koin ini mempunyai dua sisi. Sebelahnya berwarna HITAM – sebelahnya lagi putih.” Sang ibu duduk di pinggir kursi kecil sambil memperhatikan koin lima ratusan tua yang digenggam anaknya.
“Kita memang selalu perlu uang Bu, dan terkadang menghalalkan segala cara. Terkadang kita terhanyut dalam sisi HITAM uang – yang tanpa kita sadari, dia sebenarnya tetap, aslinya berwarna putih…” Sang Ibu mengerutkan alisnya, tambah tidak mengerti.
“Yang Kadek maksud disini, uang bukan segalanya. Dan tanpa jadi PNS pun, saya masih bisa menghidupi keluarga kita Bu..” ujarnya lemas. Gantian si Ibu yang marah-marah sambil melepas helmnya.
“Kok bisa …..tidak dapat lagi, sih? Kamu sudah bolak-balik ke tempat itu mendaftar, tunggu nomer ujian, belajar untuk ujian, nunggu pengumuman, padahal yang dicari sepuluh, masa kamu tidak dapat?!” Sang Ibu melenggang ke dalam rumah dan langsung menghidupkan TV. Tepat ada berita tentang laporan Hari Anti Korupsi, 9 Desember 2009, beberapa hari yang lalu.
Pria itu mengambil remote control dan menekan tombol OFF. Layar TV berubah jadi hitam dan sang Ibu naik pitam. “Kadek! Ayo hidupkan TV nya, Ibu mau nonton berita !!”
Sambil menggenggam remote si pria berkata, “Ya percuma ditonton, Bu. Korupsi itu masih mengakar dan meraja lela di mana-mana, ngapain juga kita harus nonton, buang-buang waktu!” Ujar pria itu singkat.
Sang Ibu masih berkacak pinggang dengan nada suara meninggi, “Memangnya, waktu Ujian Penerimaan PNS kemarin, kamu dengar ada korupsi? Bayar berapa, memangnya?!”
“200 juta.” Kata sang pria pelan tapi pasti, seraya memandangi ibunya yang melotot dan terlihat pucat pasi.
Keta angin itu, bukan milikmu. Namun kau selalu membanggakannya dihadapanku. Biasanya, kau selalu menemuiku di tempat kita pertama kali bertemu, sekarang kau lebih memilih pergi bersama keta angin, meletakkannya di depan pintu masuk rumahku dan memandanginya seolah kau sedang memandang sinar matahari pagi yang menelusup di sela dedaunan pinus dengan sinarnya yang cantik – tanpa berkedip.
Aku cemburu.
Dan kau tau itu.
Tanpa rasa kasihan sedikitpun, kaupun serta merta memaksaku untuk pergi bersamamu naik keta angin itu… Kau bilang, kau ingin menyaksikan pelangi pertama tepat di hari ulangtahunku. Kau mengatakan bahwa kau telah membangun jembatan diantara dua bukit terjal yang mampu menghubungkan keta angin dan jembatan pelangi. Kau menjanjikan untuk menggandeng tanganku di jembatan pelangi agar kita bisa mengambil bulan sabit yang tersenyum.
Aku menggelengkan kepalaku lekat-lekat, aku bilang aku tak sudi menaiki keta anginmu yang sudah tua, aku takut jatuh karena kau selalu melalui jalan kecil berbatu di samping rumah. Namun, lagi-lagi kau tak peduli dan alih-alih membelikanku sebuah baju terusan putih berpita, topi bundar besar – agar matahari tak mampu mencium kulit wajahku yang terang, ucapmu.
Sore itu, keta anginmu sudah bertengger manis di depan pintu. Aku sedikit kasihan melihat bentuk besi tua itu, dia unik dan berarti sangat besar buatmu. Kau menciumku pipiku sekilas saat melihat senyum pertama yang kuberikan pada keta anginmu, sewaktu kau menghiasnya dengan pita emas. Aku membantumu untuk mengikatkan pita emas itu di sela-sela jerujinya dengan menyisipkan setitik cintaku.
Sinar matamu sore itu bagai bintang menari diantara mendung. Aku terkesima oleh segala yang kau lakukan dan tanpa sadar aku berujar “aku mau naik keta angin itu bersamamu….” Kau pun meloncat bagai orang gila, berputar mengelilingiku seperti Jupiter yang mengelilingi surya. Menari seperti penari api yang kesurupan, riang tak terhingga. Rona pipiku itu pun terpantulkan jelas oleh pita emas yang tersisa dan kau sematkan di jariku.
***
Hari ini ulang tahunku, aku mematut-matut di depan cermin menggunakan baju terusan putih yang telah sengaja kau pesan jauh-jauh hari. Aku menata ulang rambutku sambil mengenakan topi bulat itu, yang warnanya masih cemerlang. Tak lupa aku menyematkan setangkai bunga mawar putih kesukaanku, yang kau kirimkan lewat kurir pos pagi tadi.
Hari ini kau dan aku akan menaiki keta angin itu, untuk pergi ke jembatan itu dan melihat pelangi. Aku sudah siap. Aku sudah tak sabar lagi. Aku sudah mengatakan pada semua orang, berbisik pada angin agar dia tiupkan berita bahagia kita ke seluruh penjuru mata arah, bahwa hari ulang tahunku kali ini akan jadi hari bersejarah bagiku , bagimu, dan tentu saja, sang keta angin!
Aku tak peduli akan jembatan pelangi, ataupun bulan sabit yang ia janjikan. Aku hanya ingin memeluk pinggangnya atau berjalan beriringan bersama keta anginnya. Aku cuma ingin bisikkan padanya, bahwa berada di sampingnya adalah surga Tuhan untukku. Cita-cita yang tidak terlalu muluk bukan?
Hari ini mendung, dan sudah terlalu lama aku menunggunya. Lipstikku sudah pudar, bedakku sudah luntur, senyumku juga lenyap. Terlebih lagi, kau datang saat hujan telah turun deras. Kau berdiri di hadapanku, penampilanmu tidak basah kuyup, aku bertanya-tanya, kemana gerangan sang keta angin?
Dengan lugas kau mengatakan padaku, kalau keta angin telah kau berikan pada pemerintah daerah yang sedang mengadakan sayembara pemilihan keta angin tua. Hari ini, kau sendiri yang mengantar si keta angin dan melihatnya berpindah tangan – ke tangan pemerintah yang kau tahu.. ku benci. Namun wajah pemenang yang terukir di wajahmu, sebenarnya membuatku kecewa – aku yakin, kau tidak tahu itu…
Jejak pita emas yang ku lilitkan di sepanjang keta angin itu telah kau lepas, ku lihat ia menggeliat manis diantara rangkaian bunga lily yang ada di genggaman tanganmu. Hatiku rasanya seperti pita emas yang terlilit diantara jeruji si keta angin. Seharusnya ku kayuh ia jauh-jauh hari bukannya membiarkanmu memperlakukannya selayak hatiku yang kau mainkan bagai boneka.
Aku melewatimu menerobos hujan diantara pintu pagarku yang tinggi. Aku melihat beberapa burung merpati di pinggiran jalan, mengais sisa remah basah di dekat jembatan bukit terjal- tempat yang kau janjikan, untuk menjemput pelangi bersamaku.
Aku menghela nafas, karena aku tidak merasa bahagia seperti merpati yang dilepas dari sangkar- aku sempat berharap kau akan mencontoh para merpati itu. Namun harapanku pupus, tercermin oleh baju terusan putihku yang telah berwarna coklat, ternodai oleh lumpur yang menjamahnya tanpa permisi, sambil menyaksikan aku yang membiarkan hujan melumat habis tubuh, seolah ingin meredakan api di hati yang membara.
Aku resapi kristal-kristal air tajam menembus kulit ,layaknya kau yang lagi-lagi membawakan sembilu…
dan menorehkannya seganas teriakanku di ujung jurang,
Seliar perahu terdampar tanpa jangkar yang bertaut pada janji diatas ingkar...
Kalian tahu nggak, berapa lama dalam sehari kalian menghabiskan waktu di depan komputer?
Sepertinya kehidupan jaman sekarang memang tidak terlepas dari komputer dan internet! Sehari tanpa internet seperti nasi tanpa lauk, sayur tanpa garam, pacaran tanpa ciuman (hehe), atau secangkir kopi tanpa sebatang Djarum Black Menthol. Kenapa harus rasa Menthol? Karena saya pingin nulis aja sih, kan rasa menthol itu katanya menyegarkan banget? Hehe. Oke, lanjut….!
Untuk orang bekerja yang memang berhubungan langsung dengan komputer dan internet, tidak bisa dielakkan mungkin akan mencapai delapan jam sehari ya… itu jumlah waktu minimal, lho! Karena kerjaan yang dibawa pulang mengharuskan orang tersebut mau tidak mau harus berhadapan dengan komputer.
Bagaimana dengan kita para blogger? Delapan jam sehari- sepertinya masih kurang. Karena masih banyak blog-blog menarik yang sarat informasi seperti Blog Djarum Black yaitu Blackoholiczone. Blog ini mengupas segala kegiatan tentang Black Community di seluruh Indonesia, coba deh mampir untuk tambah informasi tentang kegiatan mereka. Disamping untuk dibaca, diperlukan banyak waktu untuk menulis atau membuat suatu postingan dan menuangkan kreasi kreatif kita ke dalam blog masig-masing. Menurut Black in News yang saya baca di sebuah majalah,
“sebuah penelitian telah membuktikan kalau orang-orang yang mempunyai blog lebih mempunyai koneksi sosial yang lebih baik dibandingkan orang yang tidak mempunyai blog!”
Hmm.. walaupun musti menganggap komputer sebagai pacar, sekarang ngerasa lebih bangga dounk, punya Blog…?
Belum lagi jejaring social seperti Facebook, Friendster, My Space, dan para messenger yang tanpa permisi pop in setiap saya membuka komputer. Contohnya pagi ini, baru saja saya log in di komputer saya, langsung disapa oleh teman-teman di dunia maya!
Tidak sengaja pula saya chatting dengan seorang teman kuliah saya yang berasal dari Karangasem – Bali, bernama Puspa. Setelah nge-gosip dan ngobrol tidak penting – dia mengutarakan keinginannya yang membuat saya sedikit terkejut.
Foto ini diambil waktu ajang Djarum Black Night Slalom oleh teman saya! ;)
“Gek, aku mau beli mobil nih” begitu curhatnya. Saya bingung, karena setahu saya, dia belum bisa menyetir, baru menikah, baru membangun rumah – lah kok mau beli mobil..? Apa hanya sekedar ingin ikut-ikutan biar kelihatan keren, atau.. mau pamer gajinya yang memang dua langit? Sebelum saya bertanya, Puspa sudah menjawabnya. “Mobilnya mau untuk pulang kampung, Gek. Kasian anakku, masuk angin..”
Saya manggut-manggut. Tujuan seorang Ibu yang lumayan mulia juga – untuk menjaga kesehatan anaknya. “Masih bingung nih Gek, warna apa ya..?” begitu kalimat yang muncul di layar komputer saya.
Saya tersenyum dan membiarkan jari-jari saya mengetik kalimat jawaban untuk Puspa, “How about Black?”
Dengan segera pesan saya dibalas oleh teman saya. “Wah, aku maunya biru tua, atau merah. Kenapa harus hitam, Gek?” Tak kalah cepat saya membalas pesan Puspa dan membeberkan sedikit informasi yang saya tahu.
Kenapa harus hitam? Karena…Okay, Let’s think BLACK…
Lebih elegan
Seperti pakaian, warna hitam bisa cocok dalam segala suasana, baik formal maupun informal. So cool! Tambahan lagi, bisa menimbulkan efek “kurus”.. Ayo yang ngerasa sedikit lebih berat badannya.. hehe.(Efek kurus pada pengguna pakaian hitam ya.. bukan mobil hitam!!)
Kalau kena hujan tidak cepat kotor
Jadi kagak perlu takut bekas air hujan masih nempel, ga perlu nyuci cepet-cepet, apalagi kalau sedang kena virus malas.. hehe. Kecuali kalau kena cipratan lumpur, ya mau tak mau lah dicuci tu mobil hitam, masak warna hitam berubah jadi coklat?
Kalau dijual harganya tidak terlalu kebanting dibandingkan warna lainnya, karena warna Hitam masih jadi favorit orang Indonesia dalam membeli kendaraan bermotor roda dua atau roda empat.
Kali-kali aja mau ngejual mobil – kalau kurangan modal, hehehe.
Si Puspa menanggapi jawaban saya dengan, “Wah, ga rugi aku nanya sama kamu, Gek! Kok tau banyak sih tentang mobil? Sering nonton Black in News ya?”
Saya heran juga baca kalimat teman saya itu, sambil menaikkan satu alis (kebiasaan saya banget, deh!) saya balik tanya, “Kok tau?”
Teman saya malah bales dengan jawaban yang lebih heboh dan ceriwis, “Ya, jelas aja tahu. Selain di televisi, Black community kan lumayan sering mengadakan acara-acara seperti Jambore Black Community 2009 di Surabaya kemarin, Black Innovation Awards, dan juga Djarum Black goes to Campus, kan?”
Saya tersenyum lebar sambil nyeringai lebar di depan monitor saya. Ternyata teman saya yang sudah menikah dan punya anak satu itu, begaul juga – dan mengikuti perkembangan jaman, lagi! Thumbs up, deh!
Akhirnya acara chatting pagi-pagi buta itu, saya tutup dengan kalimat tanya “Eh, Pus – tau ga kalo Djarum Black juga ngadain Kompetisi Djarum Black Blog Competition Vol. 2 ?” Saya sih ga yakin si Puspa tahu, soalnya dia kan enggak tahu saya punya Blog…
“Kenapa, kamu mau minta di-voting? Anterin aku cari BLACK Car dulu, deh!” Begitu tulisan yang muncul di layar monitor saya.
“Sip, gan!” Jawab saya sambil mengetik smiley kedip sebelah mata.