Tok, Tok, Tok,
Sidang dimulai.. Pak hakim sudah mengetukkan palunya untuk membuka sidang hari itu.
Aku duduk di kursi pesakitan, menunggu untuk diinterogasi, diadili, dan dipaksa untuk mengatakan yang sejujur-jujurnya.
“Nama….?”
“Angel”
“Umur, 22 atau 23?”
“22 tahun 6 bulan”
“Lahir 30 atau 31 Juli?”
“29 Juli…”
“Pak hakim, ini bukan acara interview mencari kerja, kita mulai saja sidangnya!” Paksaku.
Pak hakim segera memberi tanda agar jaksa penuntut umum membacakan tuntutannya kepadaku.
”Saudari Angel, anda dipanggil ke pengadilan cinta ini untuk menjadi saksi, betul?”
”ya” Jawabku tegas.
”Sekaligus tersangka..”
”Baik, saya terima.” Lanjutku kalem. ”Tapi apa tuduhan saya?”
”Anda terbukti telah membohongi diri anda sendiri....”
Aku mengkerutkan alisku, “berbohong apa?”
“Anda tidak pernah mengakui bahwa anda menyayangi, Sinar. “
Jantungku berdebar, apa yang akan kukatakan sekarang?
Ini adalah pengadilan cinta terakhir. Aku harus berkata sejujur-jujurnya untuk mendapatkan apa yang kumau, tapi mungkinkah...?
“Keberatan, Pak Hakim..” Jawabku lantang.
Jaksa penuntut umum marah, hadirin ribut, lalu......
Tok, tok, tok!
”tenang saudara-saudara, saudari Angel berhak membela dirinya!”
”Maksud anda?”
”Saya memang tidak pernah mengakuinya lewat kata-kata, tapi saya membuktikannya dengan perbuatan...”
”Contohnya?” Sela si Jaksa penuntut umum.
”Saya berulang kali mencoba menghubunginya, saya berusaha mencari kabarnya, tapi saya tidak pernah berhasil, salahkah saya..?”
”Tentunya usahamu belum maksimal” sela si Jaksa penuntut umum untuk yang kedua kalinya.
Aku tertunduk, mungkin benar, usahaku kurang maksimal. Tapi sebelum-sebelum ini, aku benar-benar telah berusaha untuk mendekatinya lagi, namun, yang kuasa tidak berkehendak.
”Lalu, bagaimana saudari Angel, anda sekarang mau mengaku kalau anda sebenarnya menyayangi Sinar?”
Bibirku terkunci rapat, aku memandangi pesakitan kedua yang duduk tepat diseberangku,
Seorang pria baik hati bermata coklat muda.
Aku bercermin di matanya, seolah aku tahu apa yang ada di dalam hatinya.
”Apa bila saya mengaku, mampukah pak hakim membebaskan Sinar dari hukumannya...?
Tak seperti yang kuduga, Pak Hakim menggelengkan kepalanya.
”Tidak.”
”Lalu, untuk apa saya dibawa ke pengadilan cinta ini?” teriakku putus asa.
”Karena hal itu, permintaan terakhir dari Sinar, sebelum ia menjalani hidup barunya...” ujar pak hakim bijaksana.
Aku tertunduk lemas di atas kursi pesakitan itu.
Sinar berusaha menggapai tanganku, namun ingin kutepiskan.
”Baiklah, karena ini permintaan terakhirnya, saya bersedia mengaku...” ujarku lirih.
Jaksa penuntut Umum berdiri,
”Apa hal itu benar-benar tulus dari dalam hatimu?”
Aku mengangguk.
”Sejujurnya, saya menyayangi Sinar, saya selalu merindukan perhatiannya, saya selalu ingin memeluknya... dan..”
”Dan apa?” Pak hakim seolah mendengarkannya dengan seksama.
”Dan, sebelum Sinar harus menjalani hidup barunya pun, saya telah menyadarinya, namun saya tidak mampu berbuat apa-apa lagi.”
Seluruh hadirin, Jaksa, dan pak Hakim berdiri, mereka menyalamiku satu persatu,
”Saudari Angel, anda berhasil mengungkapkan seluruh cinta yang tak pernah terungkap...”
”Dan kasus ini, saya nyatakan ditutup....”
Tok, Tok, Tok..!
Pengadilan cinta selesai,
Diluar pengadilan, telah menunggu seorang Ibu Muda cantik yang sedang hamil muda, istri Sinar.
Aku berdiri dihadapan Sinar, yang nyaris hilang dalam hidupku.
Ia menggengam tanganku erat, Ia menghapus air mata yang jatuh dari mataku.
Kali ini aku tak bisa memandangi bola mata coklatnya, yang bisa kunikmati hanyalah pelukan hangat terakhirnya yang sesungguhnya ingin kumiliki selamanya.
Note :
Cerita ini, entah kapan kubuat, sudah lupa tanggalnya, apalagi bulan dan tahunnya!
Tapi sewaktu dibaca, masih bagus banget (menurut aku loooo)
Jadi... ku post saja! :)
2 comments:
ceritanya unik nih. tapi kurang konflik. langsung ke percakpan. mungkin kalo dibuat narasinya dulu lebih bagus.
Oke deh Mba, siap laksanakan!
Post a Comment