Tuesday, July 14, 2009

Yang Tak Mungkin Kembali (bagian 2)

Ringkasan cerita sebelumnya :

Ada tiga perang utama dalam cerita ini, Imai, Leo, dan Rio.. Pria manakah yang beruntung?


Jakarta, Kamar Kos Rio, Juli 2001

Ada dua lelaki tampan sedang berkutat dengan gitar bolong sambil menyanyikan lagu-lagu tema cinta.

“Rio, aku benar-benar mencintainya.” Ujar Leo secara tiba-tiba pada sahabat yang telah diajak bersamanya sedari kecil.

Rio hanya tersenyum. “Pada siapa? Donna? Rita? Isabel?” tanya Rio bertubi-tubi.

Leo hanya menatap dengan pandangan mata tak suka. “Sorry, friend.” Bantah Rio.

“Itu semua kan teman-teman kita yang cantik-cantik dan dekat denganmu. Kamu mau wanita yang seperti apa lagi, sih?” Leo menatap Rio dalam-dalam.

“Kamu tahu jawabannya Rio.” Rio menaikkan alisnya tanda tak mengerti.

“Aku mencintai.. teman dekat kita, Imai.” Ujar Leo perlahan.

Rio menatap mata sahabatnya yang tak pernah berbohong. Hatinya tertusuk, perih. Wajah, senyum, dan tawa Imai serta merta hadir dan menari di otaknya. Rio mendongak melihat langit-langit kos yg hanya terbuat dari bambu, dibiarkannya sinar temaram mengeringkan sekaligus mencoba menahan air mata yang akan jatuh. Ia tak pernah menyangka ia akan bersaing dengan sahabatnya sendiri, dan Ia tahu ia tak suka persaingan. Maka, jalan mundur perlahan pun dipilih untuk Rio, demi sahabat-sahabat yang sekaligus ia cintai.


Jakarta, November 2003, Kelulusan.

Hari kelulusan pun tiba. Ketiga sahabat itu lulus dengan nilai sangat memuaskan. Mereka berjalan bersama dan bergandengan tangan. Imai berada di tengah-tengah lelaki yang sangat mencintainya, ia menggengam tangan Rio jauh lebih erat dari tangan Leo. Mereka tahu, ini adalah saat perpisahan mereka. Imai akan beranjak ke Singapore bersama Leo, melanjutkan program master mereka, sedangkan Rio akan segera terbang ke Australia untuk mengikuti program beasiswa yang didapatnya pada semester terakhir kuliahnya.


Jauh di lubuk hati Imai, ia berharap Rio akan menyatakan cintanya hari itu. Namun, Imai tidak pernah tahu apa yang akan terjadi. Ia bahkan tidak akan mengira kalau sang pujaan hati akan menyerahkannya pada sahabatnya, Leo. Rio melepas gengaman tangan Imai siang itu. Gadis itu terkejut, lalu dengan luwesnya Rio berkata, “Imai, ini saat terakhir kita. Aku ingin mengakhirinya dengan indah tanpa menganggumu dengan Leo. I’ll never forget you, friend.”

Rio pun merengkuh Imai untuk kali pertama dalam pertemanan mereka. Imai terperangah. Ia tak berkata apapun. Gadis itu hanya menangis saat Rio melangkah menjauh dari pandangannya. Ia merasa hatinya telah terbang seiring jejak langkah Rio.

Yang tinggal hanyalah Leo dan Imai. Leo mengenggam tangan Imai lembut sekali. Pria tampan itu mencium punggung tangan Imai dengan perlahan. Imai tersenyum. Berjuta pertanyaan berkecamuk di otaknya. Berjuta perasaan berbaur dalam hatinya, merancu pada satu pertanyaan, "Mana yang lebih baik? Mencintai Rio atau Dicintai Leo?"

Singapore, Desember 2004

Setahun sudah kedekatan Leo dan Imai terjalin di negeri tetangga. Mau tak mau, Imai dipaksa melupakan Rio dengan segenap pesona Leo yang sejujurnya melebihi Rio. Namun, Imai tak bisa memungkiri bahwa mata teduh Rio lah yang ia rindukan selama ini. Rio yang menghilang bagai ditelan bumi. Entah di belahan bumi sebelah mana ia berada hari ini. Entah apa yang dilakukannya saat ini. Apa Rio pernah tahu kalau aku merindukannya? Apa Rio pernah tahu kalau aku terpaksa memilih untuk dicintai oleh Leo? Batin Imai dalam hati kecilnya setiap waktu.

“Sayang?” Teguran Leo membuat Imai bangun dari lamunannya, perlahan otaknya beranjak dari Rio ke Leo, calon tunangannya. Imai tersenyum dan menerima pelukan dan ciuman Leo. Hari itu, Leo membawakan setumpuk contoh kartu undangan untuk acara pertunangan mereka yang akan dilaksanakan bulan depan. Foto-foto Imai dan Leo yang sedang berpelukan dan tersenyum mesra pun sudah siap untuk dipajang. Mata coklat Imai berbinar melihat bermacam kartu yang menurutnya luar biasa indah. “Up to you, dear.” Senyum Imai pada calon tunangannya. Leo hanya menatapnya lembut dan merengkuhnya dalam pelukan. “You just perfect for me, Imai.” Mereka terlihat damai dalam senyuman kebahagiaan.

Sore harinya, Imai berjalan sendirian di Boulevard Orchad Road yang luar biasa ramai. Gadis itu baru saja selesai berbelanja segala perlengkapan yang diperlukan untuk pesta pertunangannya dua minggu mendatang di salah satu hypermarket yang terbesar di Singapura. Suasana menjelang Natal di jalanan padat itu pun sangat terasa. Seluruh toko menggelar diskon yang sangat miring, pohon-pohon natal menjulang tinggi dan lampu-lampu disekelilingnya membuatnya sangat indah.

Penyanyi-penyanyi jalanan memakai topi Santa Claus dan membunyikan lonceng mereka keras-keras sambil menyanyikan lagu natal. Di depan penyanyi-penyanyi jalanan itu disediakan pula sebuah kotak besi tempat memasukkan recehan atau sekedar sumbangan untuk mereka. Imai berhenti sejenak di depan para penyanyi itu. Ia memeriksa sakunya untuk mencari pecahan uang kecil, kemudian ia memasukkan 1 dolar Singapore ke dalam kotak besi itu. Para penyanyi jalanan itu memperkeras nyanyian mereka seraya mengucapkan terimakasih.

Gadis itu membawa 10 undangan pertunangannya dengan Leo dalam tas kecilnya. Ia harus mengirim sendiri kartu undangan tersebut pada relasinya. Namun, langkahnya terhenti pada pameran lukisan jalanan di pinggiran Orchad Road. Lukisan dengan tema Australia yang membawa ingatannya untuk teringat pada Rio. Imai memperlahan langkahnya untuk melihat pameran lukisan jalanan itu. Gadis itu akhirnya menghentikan langkahnya pada sebuah lukisan yang berjudul, “My lovely girl”. Imai terkejut. Ia seperti melihat cerminan dirinya pada lukisan itu. Entah berapa lama ia terpaku pada lukisan itu.

Can I help you, Madam?
Suara berat seseorang telah membangunkan keterpakuannya pada lukisan itu.

No, thanks.. I just..
Imai menghentikan kalimatnya saat ia melihat sang petugas yang baru saja menanyainya. Barang-barang belanjaannya berserakan di kaki gadis itu. Sang petugas pun tak kalah terkejutnya saat Imai memeluknya dengan erat, sambil berteriak,

Rio!!!

3 comments:

Unknown said...

sangat menyentuh..
entah kenapa ya...
kok cerita ini bisa meremas hatiku...

Unknown said...

kenapa harus milih Leo kalo ia gak suka?

-Gek- said...

@ Mbak Fanny : Karena Dia lebih memilih dicintai, daripada mencintai tapi bertepuk sebelah tangan.