Wednesday, July 15, 2009

Yang Tak Mungkin Kembali (Bagian 3 -habis)

Ringkasan cerita :

Imai ternyata bertemu kembali dengan Rio.. kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya?

Mereka bertatapan lama sekali. Imai tak percaya bahwa di saat bahagianya bersama Leo, ia dipertemukan kembali dengan sang pujaan hati yang hilang. Rio terdiam. Ia serasa tak berani menatap mata Imai, mata yang ia coba hindari, mata yang ia coba pungkiri, mata yang diam-diam ia rindukan.

“Lama sekali, Rio..Apa kabar?” tanya Imai.

Rio hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

“Baik, Imai.”

Rasa canggung diantara mereka tak dapat disembunyikan, sampai Imai menunjuk lukisan yang berjudul “My lovely girl.”

Rio terlihat gugup.

Is it about me, Rio?” tanya Imai.

Rio tak menjawab. “Is it about me?!” teriak Imai. Rio pun mengangguk lemah sambil menyembunyikan airmatanya.


“Plakkk!!”

Imai menampar pipi Rio dengan keras. Rio terhenyak kaget. “Kamu tega, Rio!” “Kamu menyembunyikan semua perasaanmu!” teriak Imai.

“You never know how much I love you!!” isaknya.

Rio membelalakkan matanya, ia tak menyangka bahwa ia mempunyai perasaan yang sama dengan Imai. Pria itu spontan merengkuh Imai dalam pelukannya. Imai membalas pelukannya, namun sedetik kemudian ia mendorong Rio keras-keras.

“It’s too late, Rio.” Isaknya sambil menepis tangan Rio.

Imai, I’m really sorry..” tegas Rio. Imai bergerak menjauhi Rio. Ia berjalan mundur, ia ingin secepatnya berlari pulang dan menangis sepuasnya di apartemen pribadinya. Ia tak mau Rio mengejarnya. Rio adalah masa lalu yang tak pantas ia toleh lagi. Tanpa pikir panjang, Imai pun berlari menjauhi Rio. Ia tak mendengar apapun, ia tak melihat apapun. Lampu penyebrangan yang telah lama berubah merah pun tak ia sadari. Hanya dentuman benda tumpul disamping tubuhnya yang membuatnya limbung bersimbah darah di tengah aspal kota yang ramai.


Singapura, Rumah sakit St. Marry menjelang tahun baru 2005



Imai Isnaini. Gadis itu tergolek lemah. Dokter telah memvonisnya koma. Di samping ranjang putihnya dua orang pria yang mencintainya tak henti-hentinya menungguinya siang dan malam. Leo berulang kali mencoba menenangkan keluarga Imai di Jakarta yang terus menanyakan kabar gadis yang lemah tak berdaya itu.

“Kau begitu bodoh, Rio.”

Hanya kalimat itu yang berualang kali Leo lontarkan pada sahabatnya sendiri sambil menangis menahan amarah. Rio tak sanggup berkata apa-apa kecuali memegangi tangan Imai yang dipenuhi oleh jarum infus. Tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan gadis malang itu. Gadis yang tidak pernah diberi kesempatan untuk merasakan indahnya cinta yang dipilihnya. Undangan pertunangan Leo dan Imai terpasang di meja kecil di samping ranjang putihnya.

Leo memindahkan undangan itu ke tangan Imai. “Bangun Imai…, habiskan sisa hidupmu denganku..”

Airmata menetesi bantal putih alas kepala Imai. Layar denyut jantungnya hanya menunjukkan selintas garis lurus. Mereka berusaha memanggil dokter secepatnya. Dokter berusaha memberikan beberapa terapi, namun garis lurus yang terpampang di layar tak berubah. Leo dan Rio menangis. Di benak kedua pria itu hanya ada senyum, canda, dan tawa Imai yang takkan mereka lihat lagi.

Rio berusaha berkata pada dirinya sendiri.. bahawa lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, tapi kuasa Tuhan tak ada yang bisa membendung. Mereka memeluk gadis yang telah menghangatkan hidup mereka dengan cinta tulusnya. Gadis yang tak mungkin hadir kembali dalam hidup mereka...


---- fin ----

In my accommodation room after 2 glasses of wine
Sinclairs Bondi
15 July / 10.59 pm

2 comments:

sanur sukur said...

KADANG orang orang yang menyimpan saja perasaanya padahal ia suka.....mungkin karena saking pemalunya mereka..orang orang tersebut diwakili oleh sosok leo dan imai dalam tulisan ini......coba kalo dulu mau terbuka ya....tapi takdir adalah takdir ia tidak akan dapat ditangkap bila dikejar tak bula dapat kembali bila dipanggil lagi......yang terjadi ya terjadilah.....karenanya hidup menjadi penuh berliku dan penuh arti

-Gek- said...

@ Bang Sukur :

Wah, komentar nya dalam sekali.. Cerita ini saya buat bertahun-tahun yang lalu. Ternyata, sedalam itu makna cerita ini. Terima kasih untuk menyadarkan saya.

:)