Sunday, July 12, 2009

Yang Tak Mungkin Kembali - (Bagian 1)

Sebelum saya mulai bercerita.. ku kasih asal usul deh, kenapa semua cerita ini kulabeli dengan "Kisah tak bersuara".

Asal mulanya karena saya suka menulis cerita, tapi selalu kepanjangan kalo jadi cerpen, dan terlalu pendek untuk jadi cerber, alhasil tiap kirim, gagal lagi dan gagal lagi.. hehehe!! Sepertinya harus banyak berguru ma "Sang Cerpenis Bercerita" biar banyak belajar tips and trick buat cerpen bisa dimuat...!! Hehe.. Semangat!

Cerita yang ini, idenya dari seorang murid blasteran (bukan plesteran yaa..) Indo - Jerman yang ga bisa bahasa inggris sama sekalii!! Hari pertama masuk sekolah selalu nangis karena dia ga tau gurunya ngomong apa, dan ga tau temen2nya ngomong apa.. Nempelnya sama saya melulu.. lagi!

Namanya pun saya pakai dalam cerita ini, dia sempat mengajari saya beberapa bahasa Jerman. Di mana ya dia sekarang.. kangen..

Yang udah baca blog saya, danke syun ! (English : Thanks a lot!) ;)


Yang Tak Mungkin Kembali

Jakarta, 21 Januari 2005

Leo memandangi gundukan tanah yang masih basah di depan matanya. Pria baya itu tak kuasa menahan harunya, kalau saja ia hanya sendiri di tempat itu, mungkin ia akan membongkar makam baru itu, dan ikut ke alam sorga bersama kekasih tercintanya. Dengan lembut pria itu membelai nisan yang terukir nama kekasihnya.

Rasa-rasanya ia takkan beranjak dari pemakaman umum itu, namun seorang pria lain berdiri di sisinya dengan tatapan mata hampa.

“Apa yang kau cari disini, pengecut?!” Hardik Rio pada pria itu.

“Leo, gadis ini adalah gadis yang paling kucintai di seluruh dunia…”

“Cinta?” Tanya Leo dengan nada sinis. “Cinta? Cinta apa, What kind of love that you can give her, Rio?”

Endless love, Leo.” Jawab Rio dingin, sedingin tatapan matanya yang menyiratkan keputusasaan.

“It’s too late, then!” teriak Leo. Rio terpaku mendengar teriakan Leo. Ucapan yang sama saat ia mencoba mengungkapkan perasaannya pada gadis itu.

“Imai!!!” “Jangan tinggalkan aku……!!!” Isak Leo siang itu.

Rio memalingkan wajahnya dan mengenakan kacamata hitamnya untuk menutupi dua bulir airmata yang tak mampu ia tahan lagi. Ia berdoa, andainya Ia mampu memutar waktu.. Ia akan memperbaiki semuanya.
Semuanya…

5 tahun sebelumnya……..

Mereka bertiga masih berkumpul dengan ceria, di kampus kesayangan mereka. Imai Isnaini. Gadis Indo-Jerman yang sangat ramah, pintar, dan sangat mudah bergaul. Hampir tidak ada orang yang tidak menyukainya. Hidungnya yang bangir, mata coklat besarnya yang selalu bersinar, rambut coklat ikal panjangnya yang selalu diikat rapi, senyumnya yang tulus selalu dirindukan oleh semua orang, khususnya para kaum Adam. Namun, para pria tersebut boleh iri kepada dua orang keturunan adam yang bernama Leo dan Rio. Karena kedua sohib ini sangat dekat dengan Imai. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa mereka berdua menaruh hati pada Imai. Tapi mungkin orang-orang sekampus akan bingung, karena Imai tidak menunjukkan tanda-tanda berat sebelah pada dua karib itu. Apakah Imai akan membuat sensasi poligami, dengan menerima cinta kedua lelaki itu? Wah, tak seorang pun tau jawabnya, yang jelas, seantero kampus sudah mengetahui bahwa mereka bertiga berteman baik. Dimana ada Imai, disitu pasti ada Rio dan Leo.

Leo merupakan lelaki biasa yang menarik. Ia mempunyai rambut keren seperti iklan shampo terkenal di TV, perawakannya tinggi, berhidung mancung, berbadan tegap, dan suara khas lelaki yang menggetarkan setiap hati setiap wanita, berkulit bersih pula. Kriteria yang sangat sempurna, bukan? Leo sangat tertarik pada bahasa Jerman, ia terus-menerus memaksa Imai agar berbahasa Jerman dengannya.

Sampai kadang-kadang Imai nyerocos dengan lancarnya, dan Leo hanya bisa manggut-manggut tanda tak mengerti. “Guten Morgen, Leo!” Sapaan khas Imai di pagi hari itu yang biasa ditunggu-tunggu Leo setiap harinya. Setelah Imai mengucapkan kalimat sapaan itu, biasanya gadis itu akan memberikan bonus cipika cipiki di kedua pipi Leo yang mulus. Lelaki yang sungguh beruntung.


Lain halnya Rio. Pria ini mempunyai wajah sangat Indonesia. Dengan kulit sawo matangnya yang semakin menghitam karena hobi bermain bola yang dilakoninya setiap siang di lapangan berdebu di belakang kampus. Namun yang perlu dibanggakan dari Rio adalah kemampuan akademiknya. Sudah berkali-kali ia mewakili kampus dalam kontes-kontes yang mengadu kemampuan akademik. Ia bahkan sering dikirim ke luar Indonesia untuk berpatisipasi menjadi pahlawan kampus. Dan Imai dapat memanfaatkan kemampuan Rio dengan baik. Gadis itu selalu mengunjungi Rio ke kosnya apabila ada tugas kuliah yang harus didiskusikan. Untuk hal ini, memang Rio jagonya. Biasanya setelah Rio membantunya, Imai akan membuatkan makanan kesukaan Rio, atau mentraktirnya nonton di bioskop terdekat. Namun, tidak pergi berdua saja, Leo pun turut serta. Sungguh tiga serangkai yang memuat orang berdecak kagum, senang, sekaligus iri.

Sepertinya Imai menikmati persahabatan dengan dua pria tersebut. Namun, perlu diingat bahwa sedalam-dalam lautan, tentu masih bisa terukur oleh alat buatan canggih manusia. Lain halnya, hati seorang manusia, khususnya seorang gadis, siapa yang bisa mengetahui? Seperti isi kata hati Imai, yang hanya bisa terungkap pada sebuah buku coklat lusuh yang rutin ia tulisi setiap malam menjelang tidur.


Dear Diary,

Tadi sore, aku bertandang lagi ke kos Rio. Aku membawa diktat-diktat kuliahku yang tebal, berharap ia akan membaca dan mempelajari diktat-diktat itu di depanku, menatap mataku, dan mungkin ia nantinya akan menciumku. Oh.. tidak mungkin..! Dia tidak mungkin mencintaiku. Namun aku beruntung, sore tadi tidak ada Leo. Terkadang aku senang berkumpul bersama dua pria tampan itu. Tapi aku tak mau kehilangan waktu emasku bersama Rio. Memandangi kulit coklatnya yang seksi, senyumnya, atau pandangan matanya yang teduh. Du bis syun…!(English : He's cute!) Apa aku harus menyatakan cinta terlebih dahulu….


Imai menghentikan tulisannya. Ia memutar mata coklatnya dan menghela nafas berat. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan lagi. Ia merasa sudah cukup memberikan sinyal-sinyal cinta pada Rio. Apa Rio sudah tahu? Atau pura-pura tidak tahu..? Gadis cantik itu menutup buku coklat lusuhnya itu. Ia menelungkupkan wajah cantiknya di atas meja kayu kamarnya. Ia takut penolakan sekaligus takut akan kehilangan teman seperti Rio..

1 comment:

sanur sukur said...

jadi penasaran nih jadi ma rio atau leo yaa ? atau ga jadian ? atau emang imai mau benerah poligami ? ah q ga mau sok tau. biar penulisnya aja yang nerusin cerita ini