Sebelum memulai postingan ini, saya ingin bertanya bagi para readers, apa pendapat kalian apabila kalian melihat orang menggunakan setelan jas hitam?
Kalau menurut saya sih, pasti terlihat elegan, mewah, dan terkesan sangat berpendidikan. Setelan jas hitam ini sekarang sedang populer digunakan oleh profesi yang juga “selalu” naik daun di Indonesia, yaitu, pengacara!
Coba, saya ingin tahu, seberapa banyak Black Community di Bali atau di Indonesia yang memilih jurusan hukum waktu belajar di universitas? (sepertinya banyak yang angkat tangan neh… : ) )
Waktu saya SMA dulu, hampir 80 persen dari teman saya memilih jurusan hukum! Itu ‘sih, hak mereka sepenuhnya, tetapi tidak adil juga kalau teman-teman saya malah tertawa terbahak-bahak ketika saya mengatakan, saya memilih jurusan untuk menjadi guru. Mereka mengatakan saya kampungan dan menyia-nyiakan bakat saya. Lah, saya yang bingung. Teman-teman saya memilih jurusan MIPA waktu SMA, lalu setelah lulus SMA ramai-ramai memilih jurusan hukum, hanya karena ikut-ikutan saja? Masa depan ‘kok ikut-ikutan teman, memangnya teman yang menjamin masa depan kita?
Saya jadi ingat bertemu dengan teman pria- teman SMA saya dulu, pada pembukaan cabang toko roti terkenal di Denpasar Junction malam minggu lalu. Nama panggilannya Komang, Penampilannya jelas mencolok, bersetelan jas hitam dengan rambut licin, terlihat mencuat bungkus rokok Djarum Black di saku jas nya. Di saku kemeja putihnya, tersembul Blackberry keluaran terbaru. Wuih.. saya sampai pangling!
Kami duduk bersebelahan dan menikmati kopi latte kesukaan saya. Saya menanyakan profesinya sekarang, dan dengan gamblang dia mengatakan dia sudah menjadi seorang pengacara. Saya pun jadi iseng bertanya, “Wah, kalau jadi pengacara musti pakai setelan jas hitam, meskipun malam minggu yak?”
“Yah, kan sudah seharusnya aku berpenampilan professional, kalau tidak begitu sepi order!” Loh… saya jadi terkejut mendengar kalimatnya itu. Secara tidak langsung Komang juga bercerita tentang gaya hidup mewahnya sekarang. Musti naik mobil mewah, facial wajah, ke salon kecantikan.. aih.. secara dia cowok gitu loh! Belum lagi semua kegiatan itu harus merogoh kocek yang sangat-sangat-sangat dalam bagi dia, pake acara pinjam duit ke Bank segala!!!
Mirisnya, hanya untuk memenuhi tuntutan publik, belum tentu ia mendapat klien yang sesuai- maksud sesuai, adalah klien yang mampu membayarnya mahal! Saya malah jadi punya perasaan tidak enak, apabila dia sampai jadi “mafia hukum”, yaitu orang-orang yang bergerak di bidang hukum, membela yang salah apabila bayaran mencukupi- dan mencekik kebenaran yang sejati hanya karena kebutuhan hidup yang tidak riil dan nafsu duniawi yang mengalahkan nurani.
“Seharusnya, kamu belajar prihatin sedikit, Mang..” ujar saya sambil menyantap donat gula kesukaan saya.
“Prihatin?” ujar Komang heran sambil mengerutkan alisnya.
“Tidak usahlah memaksakan kehidupan bergaya mewah, toleh kenyataan. Lihat keadaan di bawah Mang, jangan melihat ke atas terus.. kamu tidak akan pernah puas.” Ujar saya sambil mengaduk kopi saya yang sebenarnya sudah tanpa gula.
Pria baya itu menghisap rokok Djarum Black Menthol nya dalam-dalam sebelum menanggapi kalimat saya – sampai rokok pun, dia pilih yang benar-benar memiliki kualitas dan nama yang berkelas di masyarakat. Padahal seingat saya, dulu saya sering pergoki dia melinting sendiri rokoknya dari tembakau yang ia beli di pasar. Sungguh berubah.
“Kehidupan mewah itu hanya untuk eksistansi sekaligus popularitas saya, Gek. Saya mau publik melihat, bahwa saya benar-benar pengacara bonafide yang serius membela klien-klien saya.” Ujarnya tenang.
“Tapi Mang, kalau kamu adalah pengacara handal dan berkualitas, aku percaya, para klien akan datang dengan sendirinya, untuk memakai jasamu, bukan kemewahanmu.” Protes saya.
Komang hanya tersenyum simpul mendengar protes saya, sambil memegang bahu saya, dia hanya berkata, “Sudahlah Gek, sudah terlanjur.” Mungkin tak tahan dengan perkataan saya, beberapa menit kemudian, diapun melenggang dengan alasan ada kasus yang harus ia selesaikan malam itu juga.
Saya masih duduk dan menyeruput sisa-sisa kopi latte saya, berharap keberadaan Komang dan para pengacara lainnya di seluruh Indonesia mampu memperbaiki keadaan hukum yang sedang karut-marut di Negara kita ini ya…
Semoga!
- Gek -